Sejarah Wayang Kulit dan Perkembangannya
ads
Wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan yang berasal dari kebudayaan jawa dan sangat
terkenal. Hal ini dikarenakan pertunjukan wayang sangat sarat dengan
unsur estetika dan pesan moral yang terkandung di dalam setiap
pertunjukannya. Ada dua pendapat berbeda yang menjelaskan makna kata
wayang, yang pertama berasal dari kata “Ma Hyang” yang berarti roh
spiritual, dewa , atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pendapat lainnya
berasal dari bahasa jawa yang berarti bayangan. Hal ini dikarenakan,
dalam pertunjukan wayang kita hanya melihat bayang bentuk dari wayang
kulit yang dimainkan.Wayang kulit sendiri merupakan kekayaan budaya yang bernilai tinggi karena selain merupakan sebuah seni kriya (baca : fungsi seni kriya), pertunjukan wayang kulit mampu menggabungkan berbagai macam kesenian seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa. Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh dalang , Seni musik dari lantunan berbagai nama alat musik tradisional, dan seni rupa dari visualisasi wayng kulit yang unik dan khas budaya Indonesia.
Populer di daerah sekitar provinsi jawa tengah dan jawa timur, kini kesenian wayang kulit telah di kenal di dunia mancanegara. Di bawa oleh Ki Purbo Asmoro, wayang kulit mulai populer di beberapa negara di Asia hingga Eropa. Seperti negara perancis, Inggris, Austria, Yunani, Jepang, Thailand, Singapura, Amerika, Bolivia dan masih banyak lagi. Namun sebelum sampai ke era kepopulerannya di masa sekarang.
Berikut adalah ulasan sejarah wayang kulit dan perkembangannya :
- Sejarah wayang kulit dan Kebudayaan hindu budha
Artikel terkait :
Jivan Pani, seorang budayawan terkemuka disana, pernah mengeluarkan pendapat bahwa wayang berkembang dari dua jenis seni . Kesenian ini berasal dari Odisha, India Timur, yaitu Ravana Chhaya yang merupakan sebuah teater boneka dan tarian Chhau. Dari sini berkembang hipotesis baru, bahwa akulturasi kebudayaan India atau Tiongkok adalah hal yang menciptakan kesenian wayang di indonesia. Karena kedua negara ini memiliki tradisi yang telah berjalan turun-temurun tentang penggunaan bayangan boneka atau pertunjukan teater secara keseluruhan.
- Wayang kulit di zaman kerajaan
Dimulai dengan Wayang Purwa pertama kali dimiliki oleh Sri Jayabaya (Raja Kediri tahun 939 M). Wayang Purwa kemudian dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala ditahun 1223 M. Pada tahun 1283 M Raden Jaka Susuruh menciptakan Wayang dari kertas . Wayang hasil ciptaan Raden Jaka ini yang dikenal dengan “Wayang Beber“. Semakin lama Sangging Prabangkara pada tahun 1301 M mengembangkan karakter wayang beber sesuai dengan adegannya.
- Wayang kulit pada zaman kerajaan islam
Dari zaman ini, tercipta beberapa istilah perwayangan yang sebenarnya merupakan serapan atau merujuk pada bahasa Arab seperti:
- Dalang, berasal dari kata “Dalla” yang berarti menunjukkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan keinginan nantinya Dalang dapat menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang.
- Tokoh Semar, berasal dari kata “Simaar” yang berarti paku. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Semar ini akan menginspirasi orang agar memiliki karakter iman yang kuat dan kokoh seperti paku.
- Tokoh Petruk, berasal dari kata “Fat-ruuk” yang berarti tinggalkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Petruk ini memberitahu kita bahwa seseorang harus meninggalkan apa yang disembah selain Allah semata.
- Tokoh Gareng, berasal dari kata “Qariin” yang berarti teman. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus pandai mencari teman untuk diajak menuju jalan kebaikan.
- Tokoh Bagong, yang berasal dari kata “Baghaa” yang berarti berontak. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus memberontak ketika melihat kedzaliman di hadapannya.
- Wayang di dunia Internasional
Hal ini tentulah sangat membanggakan, Koichiro Matsuura menyerahkan Piagam Penghargaan Wayang Indonesia kepada Drs. H. Solichin, Ketua Umum SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) yang mewakili masyarakat Pewayangan Indonesia. Wayang telah memiliki dampak positif bagi citra bangsa Indonesia di mata dunia. Suatu prestasi budaya yang luar biasa, sekaligus sebagai tantangan apakah kita mampu melestarikan dan mengembangkan wayang bagi semua kepentingan.